Header Ads

test

KEMENDIKBUD RISTEK: Reformasi Birokrasi Kementerian dan Inovasi Pendidikan

Oleh :
Yuli Permatasari
Mahasiswi Pascasarjana Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Padang

**TULISAN INI SEBELUMNYA JUGA SUDAH TERBIT DI KORAN SINGGALANG**

Usai Nadiem Makarim dilantik sebagai menteri Kemendikbud-Ristek pada hari kamis (28/04/21) ada harapan besar tertumpang pada kepemimpinan Bapak Nadiem Makarim selaku Menteri pertama bergabungnya 2 kementerian tersebut dalam hal meningkatkan kualitas pendidikan dan tatakelola riset serta inovasi bagi dunia pendidikan.

Kemendikbud Ristek sebenarnya merupakan penggabungan 3 kementerian, yaitu kementerian pendidikan nasional, kementerian kebudayaan, kementerian pendidikan tinggi (sebelumnya kementerian ristek dikti). Harapannya kementerian Kemendikbud Ristek ini dapat menjadi kementerian yang aktif, dinamis, dan terkoordinasi dalam mendorong terciptanya sistem pendidikan yang berkuliatas meski sedang ditengah pandemi.

Ada dua rencana yang akan dilaksanakan oleh Nadiem usai dilantik menjadi menteri Kemendikbud Ristek, pertama meningkatkan kualitas dan inovasi perguruan tinggi di Indonesia dan kedua koordinasi riset dan transformasi pendidikan melalui satu pintu.

Banyak pihak yang meragukan kemampuan dari Nadiem dalam mengelola kedua kementerian yang hari ini sudah melebur menjadi satu. Hal ini dikarenakan tidak tampaknya kebijakan yang dikeluarkan oleh beliau selaku menjadi menteri Kemendikbud dulu, yang ada hanya program paket kuota internet untuk mengatasi kesulitan belajar jarak jauh masa pandemi ini, namun disayangkan bahwa itu bukan satu-satunya solusi ditengah pendemi.

Selaku anak muda yang dipilih sebagai orang yang dianggap unggul di dalam teknologi serta ahli dalam hal unicorn dan decacorn. Masyarakat sebetulnya menunggu inovasi dan sistem yang dibagun oleh beliau mengenai persoalan pendidikan yang dilanda pandemi, serta kebijakan yang bertujuan untuk membekali kemampuan guru dan orangtua dalam menanggulangi persoalan Pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih belum terlihat.

Selain itu cara Nadiem melakukan mengambil keputusan tentang tatakelola pendidikan  dinilai tidak efektif karena sistem yang digunakan cenderung keputusan yang sifatnya seperti logika logistik, apa yang kurang itu yang pasok, padahal perihal tatakelola pendidikan adalah tatakelola manusia yang tidak sama dengan tatakelola logistik. Alasan-alasan inilah yang membuat banyak pihak meragukan kinerja Nadiem selaku menteri pertama Kemendikbud Ristek.

Baca Juga : Problematika Penerimaan Mahasiswa Baru

Sebab dengan resmi dilantiknya menjadi menteri baru oleh bapak presiden Jokowi Dodo maka Nadiem tidak hanya bertangung jawab atas pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi melain juga betangungg jawab terhadap riset dan tatakelolanya di lingkungan pendidikan.

Disisi lain penggabungan kementerian pendidikan dan kebudayaan dengan riset dan teknologi menjadi kabar gembira bagi perguruan tinggi, hal ini dikarenakan riset dan transformasi pendidikan berada pada satu pintu kementerian, Universitas dan Perguruan Tinggi lainnya lebih mudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam rangka mengurus pelaksanaan jalannya pendidikan dan pengelolaan riset tingkat perguruan tinggi.

Selain pada tingkat perguruan tinggi sejalan dengan program merdeka belajar yang tawarkan pada tahun lalu oleh Nadiem diharapkan para peserta didik, guru dan dosen dapat secara aktif melaksanakan penelitian untuk pengembangan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi sekolah dan karakteritis peserta didik. Konsep merdeka belajar mendorong kreativitas yang tinggi baik bagi para guru maupun dosen sehingga untuk berkreasi dibutuhkan inovasi-inovasi berbasis teknologi untuk penyelenggaraan pendidikan.

Disatu sisi hasil riset dari Arus Survei Indonesia (ASI)  mengatakan bahwa sekitar 46,8 % publik menilai bahwa pengabungan kedua kementerian ini akan dinilai efektif dan merupakan tindakan yang tepat untuk memajukan pendidikan indonesia hari ini.

Terlepas dari itu semua ditengah keraguan dan kepercayaan publik terhadap Nadiem dalam menjalankan kepemimpinannya dalam kementerian kemendikdbud- Ristek dan bertepatan pada momen hari pendidikan nasional ini sudah saatnya menjadi momentum renungan bagi kita semua bagaimana kuliatas pendidikan indonesia hari ini, bagaimana lose generation akibat pendemi tidak terjadi dan bagaimana perbaikan pendidikan kedepannya dengan meleburnya kementerian Ristek diharapan ada inovasi-inovasi baru bagi dunia pendidikan berbasis riset dan teknolgi.

Efektivitas pembelajaran daring harus menjadi evaluasi besar bagi Nadiem dan serta bagaimana dibukanya pembelajaran tatap muka yang canangkan pada semester depan meskinya sudah melalui riset dan kajian mendalam pada tataran kementerian. Hal ini dikarenakan perubahan selama pendemi menyebabkan terjadinya perubahan gaya belajar dari normal ke PJJ, dari PJJ ke new normal, hingga tatap muka kembali. Hal ini mengharuskan ada sebuah inovasi dari kemeterian untuk mengatasi masalah pendidikan hari ini, sehingga pentingnya pendidikan yang terintegritas dengan teknologi sebagai upaya meningkatkan kuliatas pendidikan.

Meskipun nanti kebijakan pendidikan nasional sudah berbasis riset dan teknologi namun diharapkan penggunaan teknologi tersebut dapat mengatasi problematika pendidikan kita hari ini. Masalah pendidikan Indonesia hari ini tidak terlepas dari 3 perosalan mendasar, yaitu sistem pendidikan yang demunanisasi, pendidikan yang tidak menumbuhkan nalar kritis siswa, dan hilangnya indentitas diri sebagai anak bangsa indoesia.

Dengan adanya gerakan merdeka belajar semoga dapat disosialisasikan dan difahami oleh semua kalangan mulai dari pengambil kebijakan, guru, kepala sekolah, pengawas hingga orangtua peserta didik. Perlu diakui, meskipun sistem pendidikan yang dipakai hari ini adalah K-13 namun masih banyak juga guru yang mempertahankan gaya mengajar lama kepada peserta didik, menganggap guru lebih tahu dan murid sebagai wadah yang selalu siap untuk diisi oleh guru, gaya begini disebut sebagai belajar dengan gaya sistim Bank, dimana satu orang aktif memberi dan satunya lagi aktif menerima. Ini menurut Faire merupakan sebuah sistem pendidikan penindasan dan tidak humanis, sehingga proses yang terjadi dalam sistem pendidikan kita adalah sistem pendidikan dehumanisasi.

Proses mendidikan yang menonton dan anti kritik serta doktirn-doktirn bahwa anak yang diam serta duduk rapi adalah anak yang baik dimata guru masih saja ada di dunia pendidikan kita sehingga nalar kritis peserta didik tidak terasah. Ditambah lagi pengaruh perkembangan teknologi informasi dan globalisasi hari ini juga membuat hilangnya identitas diri anak bangsa sehingga tidak heran jika banyak anak-anak yang tidak hafal pancasila, tidak hafal lagu-lagu nasional dan tipis rasa nasionalisme pada bangsa.

Baca Juga : PENTINGNYA KESADARAN DIRI : Keluarga Bisa Hancur Jika Dampak Negatif Globalisasi sebagai Pengatur

Oleh karena itu bergabungkan kedua kementerian tersebut juga berefek pada perampingan birokrasi. Sehingga inovasi-inovasi sistem pendidikan berbasis riset teknologi menjadi awal perbaikan pendidikan kita dengan tetap tidak mengesampingkan 3 persoalan mendasar pada pendidikan hari ini. Artinya hadirnya inovasi pada dunia pendidikan tidak hanya terfokus kepada penggunaan dan pengembangan teknologi semata namun bagaimana 3 persoalan pendidikan tersebut tetap teratasi dengan baik.


Tidak ada komentar